Outlined Text Generator at TextSpace.net

Jumat, 17 Februari 2012

tidak selalu negatif

Persija punya The Jack untuk membela Persib punya Viking untuk mendukung Persebaya bangga dengan Bonekmania Kota-kota diseluruh dunua pasti punya pasti ada Suporter bola seperti Kami arema salam satu jiwa Cuplikan lagu salam satu jiwa di atas yang dipopulerkan oleh A.P.A salah satu Band supporter Arema Malang menggambarkan betapa beragammnya warna supporter di Indonesia.

Nama- nama di atas masih sebagian kelompok supporter klub

besar, belum lagi kita melihat kelompok lain yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di Jawa Timur yang bisa dikataan kiblat sepak bola Indonesia karena banyak klub besar berdomisili di sana. Selain Aremania dan Bonekmania dua
kelompok supporter yang berseteru, terdapat lagi beberapa yang lain seperti LA*Mania (Persela Lamongan), Deltamania (Deltras Sidoarjo), Sakeramania (Persekabpas Pasuruan), Persikmania (Persik Kediri), Ultrasmania (GU Gresik), Boromania (Persibo Bojonegoro).

Jangan bilang hubunga mereka satu sama lain baik-baik saja, meskipun mereka sama- sama Jawa Timur mereka sering terlibat konflik. Semisal Aremania selain dengan Bonekmania, hubungan mereka juga kurang harmonis dengan Sakeramani dan Persikmania, tetapi bersaudara baik dengan The Jak, LA, Deltamania dan masih banyak lagi saudaranya.

Belum lagi di daerah lain masih banyak yang tidak bisa disebutkan seluruhhnya, sama-sama militan, rela mati demi klub yang dicintainya. Tawuran dengan supporter lain yang menjadi musuhnya dianggap “Jihad” dan yakin masuk surga karena menganggap kelompok merekalah yang paling benar dan musuhnya dianggap sebagai “setan yang terkutuk yang harus mati”.

Jika kelompok-kelompok supporter garis keras Eropa mempunyai slogan “Terkadang cinta hanya bisa bicara lewat selongsong senapan”, di Indonesia juga hampir sama. Tetapi karena mereka sulit mendapatkan senapan, maka bisa diganti dengan sekepal batu, sebilah belati, sebatang tongkat, roti kalung, parang dan juga benda lain yang bisa digunakan tawuran.

Tetapi dalam perpektif sosiologi, fenomena konflik antar supporter tidak selalu negatif. Simmel mengemukakan konflik dengan kelompok lain dapat meningkatkan kohesi internal. Kelompok dalam keadaan damai dapat memeberi izin anggota yang antagonistic untuk hidup sama lain dalam suatu situasi yang tidak diputuskan, karena masing-masing mereka mampu berjalan dengan caranya sendiri dan dapat menhindari bentrokan. Namun kondisi konflik justru mendorong para aggota untuk terikat bersama dan mewajibkan mereka untuk tunduk kepada dorongan keseragaman bahwa mereka harus memukul mundur musuh bersama Rahmad (2008:233).

Ambil contoh Aremania kelompok supporter pendukung Arema Malang yang terkenal supporter fanatic. Jika kita feedback ke belakang mempelajari kembali sejarah lahirnya Aremania, dahulu di kota Malang banyak bermunculan geng-geng yang anarkis di setiap daerah. Program kerja mereka seperti pada umumnya tawuran antar geng lebih sering terjadi, akibatnya banyak masyarakat yang dirugikan.

Setelah Aremania lahir sedikit demi sedikit geng-geng tersebut hilang dan disatukan dengan istilah “Arek Malang”. Dalam perjalanannya Aremania punya musuh abadi Bonekmania “Arek Suroboyo” supporter Persebaya Surabaya. Membenci Bonek yang dalam prakteknya seperti menghujat, mengeluarkan kata-kata kotor, memukul bahkan membunuh Bonek jika bertemu “dibenarkan” untuk Aremania.

Jika merujuk pada teori Simmel konflik antara Aremania dengan Bonekmania perlu tetap “dipelihara” untuk mendapatkan nilai – nilai positif. Bagi Aremania, Bonekmania merupakan musuh bersama mereka. Karena dengan berkonflik dengan Bonekmania internal Aremania sendiri semakin solid. Tidak ada lagi istilah tawuran sesama Aremania, mereka satu kata untuk meneriakkan slogan “Anti Bonek”.

Suasana Kota Malang jadi lebih kondusif kecuali untuk warga Surabaya yang datang ke Malang, bisa saja akan sedikit mendapatkan terror. Begitu juga sebaliknya untuk Bonekmania internal mereka juga lebih solid dengan berkonflik dengan Aremania, mereka juga satu kata “Anti Arema”. Management konflik menjadi penting untuk membangun kohesi internal sekaligus melakukan social engineering atas situasi eksternal.

Penulis bukan bermaksud setuju atas tindakan-tindakan anarkis Aremania pada Bonekmania, tetapi jika kita bisa melakukan managerial konflik ini secara baik, konflik eksternalpun bisa kita kelola untuk kepentingan-kepentingan keteraturan social berikutnya.

Para sosiolog harusnya bisa menjawab tantangan mengolah konflik ini. Ada saatnya memang konflik tidak harus dihentikan dan perlu tetap “dipelihara” demi mendapatkan kedamaian yang sesungguhnya. Permasalahan banyak pihak yang dirugikan karena konflik antar kelompok diperlukan kerjasama semua stakeholder yang ada mulai dari supporter sendiri yang dituntut untuk lebih dewasa, manajemen klub, aparat yang berwajib, otoritas sepakbola jika memberikan hukuman kepada supporter perlu adanya efek pembelajaran karena tanpa disadari dengan banyaknya rivalitas supporter, PSSI lebih diuntungkan dan juga untuk masyarakat tidak semua supporter anarkis. Konflik tidak perlu melibatkan masyarakat yang tidak bersalah dan tidak mengerti apa-apa.

Konflik antar supporter memang permasalahan social yang tak berujung dan memakan korban banyak orang. Namun begitu konflik ini juga telah menyelamatkan banyak orang supporter sesama Arema. Tidak ada lagi pertumpahan darah antar geng di wilayah Malang Raya.

Situasi damai dan kondusif ini telah mampu menciptakan keteraturan social pada berbagai sudut kehidupan masyarakat Malang Raya. Perspektif ini, management konflik menjadi penting untuk membangun kohesi internal sekaligus melakukan social engineering atas situasi eksternal. Penulis bukan bermaksud setuju atas tindakan-tindakan anarkis Aremania pada Bonekmania, tetapi jika kita bisa melakukan managerial konflik ini secara baik, konflik eksternalpun bisa kita kelola untuk kepentingan-kepentingan keteraturan social berikutnya. Para sosiolog harusnya bisa menjawab tantangan mengolah konflik ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar